Di Indonesia
terdapat banyak suku yang beragam. Saya tertarik dengan suku yg berada di pulau
timur sana (Irian Jaya) tepatnya di merauke yaitu suku asmat. Suku asmat adalah
salah satu suku di pulau papua, suku ini terkenal dengan ide-ide mereka yang
dituangkan kedalam hasil ukirannya yg unik-unik. Beberapa motif yang seringkali
digunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan
oleh penduduk suku asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku asmat
sendiri, yang biasa disebut mbis.
Tapi tak hanya motif itu, motif ornamen lain pun dapat banyak kita temui
seperti motif yang menyerupai perahu/wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol
perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk
asli suku asmat, seni ukir kayu lebih kepada sebuah perwujudan dari cara mereka
untuk mengenang arwah para leluhurnya. Suku asmat ini tersebar dan mendiami
wilayah sekitar pantai laut arafuru dan pegunungan jayawijaya, dengan medan
yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah hutan belantara,
sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk
membuat kapak, palu, dan sebagainya. Mudah sekali menciriikan suku asmat ini,
pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas, berkulit hitam dan juga berambut
keriting, tubuhnya pun cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang asmat wanita
sekitar 162 cm, dan tinggi badan laki-laki mencapai 172cm. Dalam kehidupan suku
asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi suku
ini. Bahkan , batu ini bisa dijadikan sebagai mas kawin. Semua itu disebabkan karna tempat tinggal suku asmat
yang membentuk rawa-rawa sehingga Populasi Suku ini terbagi menjadi dua, yaitu
mereka yang tinggal di pesisir pantai, dan mereka yag tinggal dipedalaman. Kedua populasi ini amat sangat berbeda satu sama lain dalam
hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan juga ritual. Populasi
pesisir pantai selanjutny terbagi kedalam dua bagian yaitu suku bisman yang
berada diantara sungai sinesty dan sungai nin serta suku simai.
Salah
satu suku asmat sedang membuat ukiran kayu
Selain dari hasil
ukirannya, saya pun tertarik dengan pola hidup suku asmat ini, salah satu hal
yang patut kita tiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat, mereka merasa
dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat menghormati
dan menjaga alam sekitarnya, bahkan pohon menggambarkan tangan, buah
menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki mereka. Salut sekali bukan?
Hal itulah yang harus kita tiru. Mulai dari sekarang bersahabatlah dengan alam
ya kawan-kawan. Suku asmat yang tetap memegang kuat
filosofi hidup dan nilai-nilai kesopananya hal itu juga termasuk dalam cara
mereka membangun rumah adat suku asmat tanpa adanya campur tangan arsitek
didalamnya. Rumah adat suku asmat yang dikenal dengan nama Jew,
adalah rumah yang khusus diperuntukkan bagi pelaksanaan segala kegiatan yang
sifatnya tradisi. Misalnya untuk rapat adat melakukan pekerjaan membuat noken (tradisional suku asmat), mengukir kayu dan
juga tempat tinggal para bujang. Rumah ini unik karena dibangun sangat panjang,
bahkan hingga mencapai 50 meter. Karena masyarakat asmat kuno belum mengenal
paku, maka pembuatan rumah jew sampai saat ini tidak menggunakan paku. Selain
rumah jew, ada satu lagi rumah adat suku asmat yaitu, Tysem.
Rumah ini bisa juga disebut sebagai rumah keluarga, karena yang menghuni adalah
mereka yang telah berkeluarga. Biasanya ada dua sampai 3 pasang keluarga yang
mendiami Tysem. Ukurannya lebih kecil dari pada rumah jew. Letak rumah Tysem
biasanya di sekeliling rumah jew. Sebuah rumah jew dapat dikelilingi oleh
sekitar 15 sampai 20 rumah Tysem. Bahan membangun rumah tysem hamper sama
dengan bahan pembuat rumah jew, semua dari bahan alam yang terdapat di hutan
sekitar lokasi suku asmat berada.
Sehari-hari suku
asmat bekerja dilingkungan sekitarnya, terutama untuk mencari makan, dengan
cara berburu maupun berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang
sangat tradisional dan sederhana. Seperti kebiasaan suku asmat dalam bertahan
hidup dan mencari makan antara suku yang satu dan yang lainnya di wilayah
Distrik Citak- Mitak ternyata hampir sama. Suku asmat darat, suku citak dan
suku mitak mempunyai kebiasaan sehari hari dalam mencari nafkah adalah berburu
binatang hutan seperti ular, kasuari, burung, rusa, babi hutan, komodo dan lain
sebagainya. Mereka juga selalu meramuh dan memakan sagu sebagai makanan pokok,
dan sebagian nelayan mencari ikan, dan udang untuk dimakan. Masakan suku asmat
tidak seperti masakan yang kita makan. Bagi mereka yang termasuk masakan
istimewa adaat ULAT SAGU. Namun
sehari-harinya mereka hanya memanggang ikan ataupun daging binatang hasil
buruannya. Ada banyak pertentangan diantara desa berbeda asmat, yang paling
mengerikan adalah cara yang dipakai suku asmat untuk membunuh musuhnya. Ketika
musuh dibunuh, mayatnya dibawa kekampung, kemudian dipotong dan dibagikan
kepada seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian
dan memengagal kepala si musuh, sedangkan otaknya dibungkus daun sago yang
dipanggang dan dimakan. Sangat tragis bukan.
Untuk masalah
kepercayaan terhadap roh leluhur, suku asmat berlatar belakang sebagai penganut
animisme, sama seperti berbagai suku tradisional di seluruh dunia. Maka kepercayaan
terhadap hal ghaib berupa roh leluhur yang menjaga mereka juga masih ada.
Kepercayaan mereka itu dituangkan dalam keahlian membuat ukiran kayu tanpa
sktsa. Mereka percaya, roh leluhur akan membimbing mereka untuk menyelesaikan
patung ukiran yang mereka buat. Nama patung ukiran yang menceritakan tentang
arwah para leluhur mereka disebut mbis. Mbis banyak dijumpai di rumah adat suku
asmat terutama jew. Dipecaya roh leluhur akan turut menjaga rumah yang mereka
bangun dengan adanya mbis di dalamnya. Seiring dengan berjalannya waktu,
terdapat berbagai macam perubahan termasuk dalam hal kepercayaan, terakhir yang
saya tahuu dari berita, salah satu kepala suku asmat dan keluarganya masuk
agama islam, subhanallah luar biasa sekali, dan Alhamdulillah jumlah kaum
muslim di papua bertambah lagi. Kepala suku tersebut mengucapkan dua kalimat syahadat, setelah resmi
pergantian nama, kepala suku tersebut menikah ulang. Setelah resmi menjadi
muslim, kepala suku tersebut mengaku siap untuk menyebarkan risalah islam
kepada saudara-saudaranya dari suku asmat, untuk itu ia akan secepatnya
mengenal islam lebih dekat “saya akan coba perkenalkan islam kepada
saudara-saudara saya disana” ujar kepala suku asmat tersebut.
Kepala suku asmat
siap sebarkan islam di Papua
Referensi :
http://id.wikip
http://info-
agan boleh tau ini sumbernya dari mana atau dari observasian?
ReplyDelete